Selasa, 28 Februari 2012

| Kesalahan |

MANUSIA sering melakukan kesalahan? Itu wajar! Sebab, kata para orangtua zaman dulu, yang namanya manusia itu, adalah gudangnya segala bentuk kesalahan. Baik kesalahan besar maupun kecil. Baik kesalahan yang nampak maupun yang disembunyikan. Karena sering melakukan kesalahan itulah, makanya ia kemudian disebut sebagai manusia.
Berbeda halnya dengan malaikat. Makhluk mulia ini, begitu  selesai diciptakan oleh Tuhan Yang Sebenarnya, langsung dinyatakan steril dari berbagai kesalahan. Ia tak pernah luput dari penjagaanNya. Ia juga tak pernah mendapat ijin dari Sang Pencipta untuk melakukan secuil kesalahan pun ketika menjalankan tugas-tugasnya. Karena  itulah, ia kemudian dinamai sebagai malaikat. Yaitu makhluk mulia yang diciptakan tanpa diberi nafsu, dan karenanya terbebas dari berbagai kesalahan.
Kalau manusia bagaimana? Woow ... jangan ditanya  lagi kalau bicara soal nafsunya manusia. Sebab, dalam berbagai kasus, nafsu manusia terbukti sangat besar sekali. Saking besarnya, kadang-kadang manusia sering ’dipecundangi’ dan ’dikangkangi’ oleh hawa nafsunya sendiri.
Gara-gara tidak mampu melemahkan hawa nafsunya sendiri itulah, maka manusia sering terjerembab, tersungkur dan terseok-seok ketika mengarungi kehidupan di muka bumi ini. Gara-gara sedang ’dikangkangi’ hawa nafsu itulah, maka manusia sering tak bisa membedakan mana utara-selatan dan mana barat-timur. Sebab semua dianggap sama. Semua disosor alias disruduk. Bak seekor binatang banteng yang ’ngamuk’ ketika mencari para matador yang telah ’menggodanya’. Gara-gara sering ’dipecundangi’ hawa nafsu itulah, maka manusia akhirnya jadi akrab dan terbiasa melakukan berbagai kesalahan.
          Itulah hebatnya hawa nafsu. Dia terkenal sangat lincah dalam memikat dan merayu seorang ahli ibadah. Hanya dalam waktu sekejab, seorang ahli ibadah bisa berubah menjadi seorang pembangkang, pembunuh, pembohong dan perampok. Karena pengaruh daya tarik hawa nafsu jugalah, seorang ahli dzikir bisa jadi tersingkir dari daftar yang berisi tentang para ahlul dzikir. Makanya, nasihat kaum ’arifin, jangan ’main-main’ dengan yang namanya hawa nafsu.
       ”Meskipun ia (baca: nafsu) tidak nampak dan tak bisa dilihat, tapi pengaruhnya sangatlah besar. Karena ia tidak bisa dilihat dan tak nampak itulah, makanya Anda perlu dan harus hati-hati dalam menghadapinya. Sedikit saja Anda salah dalam mengambil sikap dan keputusan, maka menyesal kemudian tak ada gunanya,” ujar kaum ’arifin. 
***          
PERTANYAANNYA sekarang ialah, apakah ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan barang sedikitpun di muka bumi ini? Sejauh yang saya ketahui dari berbagai catatan sejarah yang merekam tentang jejak perjalanan hidup manusia di muka bumi ini, saya belum pernah menemukan tentang satu kisah pun yang menyebutkan bahwa  ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan selama berada di muka bumi ini. Yang sering saya temukan justru malah sebaliknya. Yaitu, saya sering menemukan catatan yang berisi tentang bergudang-gudang daftar kesalahan yang pernah, telah dan sedang dilakukan oleh makhluk berkaki dua yang akrab dikenal dengan sebutan sebagai manusia itu. Mulai dari saat matanya melek, ketutup sampai melek lagi; mulai dari ketika matahari terbit, terbenam sampai terbit kembali.
Karena itu, menjadi terasa tidak wajar dan nampak aneh rasanya jika sampai ada seorang manusia yang mengaku kalau dirinya tidak pernah melakukan kesalahan.  Apa iya orang tersebut betul-betul tidak pernah melakukan kesalahan meskipun kecil adanya? Kalau memang betul  dia tak pernah berbuat salah, pertanyaan yang muncul kemudian adalah, terbuat dari apakah makhluk yang mengaku tak pernah punya kesalahan itu? Apakah ia terbuat dari api, angin, air, tanah atau cahaya?
Yang jelas, apa pun status dan kedudukan yang melekat pada diri makhluk yang bernama manusia itu, selagi dia masih berstatus sebagai manusia, maka pastilah ia pernah berbuat kesalahan. Tak peduli apakah ia adalah seorang lelaki-perempuan, tua-muda, besar-kecil, pejabat-rakyat biasa maupun tukang parkir sekalipun, pastilah pernah punya kesalahan. Kecuali jika ia telah berubah menjadi malaikat. Tapi, kalau hal itu sampai terjadi, misalnya, maka tentu saja, ia pun sudah tak layak lagi untuk disebut sebagai manusia.
***
Karena manusia itu ibarat ’gudang’ yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan segala bentuk barang kesalahan ---  baik itu barang yang berukuran kecil maupun besar, barang basah maupun kering, barang dagangan maupun barang colongan --- maka tak heran jika di mana pun manusia itu berada, peluang baginya untuk melakukan kesalahan, tetap saja terbuka lebar. Baik itu kesalahan yang disengaja maupun yang tak disengaja. Itulah manusia, makhluk berkaki dua yang doyan melakukan kesalahan apa saja dalam kehidupannya.
Apakah manusia itu tidak merasa capek melakukan kesalahan terus-menerus? Inilah sebuah pertanyaan yang tak mudah untuk menjawabnya. Sebab, aslinya, tak ada satu pun manusia yang ingin melakukan kesalahan terus-menerus hingga akhir zaman nanti. Jangankan terus-menerus. Sekali saja manusia itu pernah berbuat salah, jan-jane sudah membuat batinnya menjadi tersiksa. Apalagi jika perbuatan salah itu sampai menimbulkan efek negatif bagi orang-orang yang ada di sekelilingnya. Waaah ... bisa barabe hidupnya.
Sebab, mau kemana-mana, sudah ndak bisa dan sudah ndak nyaman lagi. Apalagi jika orang sekampung sudah pada tahu, bisa tambah sesak nafasnya. Itu kalau si manusia yang melakukan kesalahan tersebut masih punya rasa malu. Kalau ndak punya rasa malu bagaimana? Ya ... mungkin ia akan bersikap cuek-cuek saja, seperti yang sering dipertontonkan oleh para pelaku kriminal di televisi. ***


| 10 Oktober 2010 |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar