Rabu, 29 Februari 2012

| Meski Salah, Tetap Bisa Jadi Modal |

Ponpes Biba'a Fadlrah, Sananrejo, Turen, Malang, Jawa Timur (2012)
         Melihat kesalahan diri sendiri merupakan pekerjaan yang cukup sulit bagi orang yang senang mempersulit kehidupannya. Sebaliknya, orang yang menjalani kehidupan ini dengan santai, lapang dada dan banyak bersyukur, maka ia akan lebih mudah untuk bisa melihat kesalahannya sendiri.
Apabila kita sudah bisa melihat kesalahan diri sendiri, maka kita akan sulit untuk menghakimi kesalahan orang lain. Sebab, pada dasarnya, kesalahan orang lain itu tidak jauh berbeda dengan kesalahan diri kita sendiri. Inti kesalahan kita sama saja dengan orang lain. Barangkali yang berbeda hanya bentuk dan tampilan atau kemasannya saja. Bahkan, sangat boleh jadi, kesalahan kita tampak jauh lebih banyak dari kesalahan orang lain.
          Terkait dengan bagaimana sikap seorang terhadap kesalahan yang dilakukan orang lain itu, paling tidak, dapat digolongkan menjadi tiga macam. Pertama, ada orang yang senang melihat orang lain berbuat salah. Sebab, dengan demikian, ia akan menjadi seolah tampak benar. Padahal, sejatinya, dia justru tengah menjauh dari kebenaran itu sendiri. 
Kedua, ada pula yang melihat orang yang melakukan kesalahan itu seperti melihat  musuh yang sangat dibencinya. Padahal, sebetulnya, ia tidak terkena dampak langsung dari kesalahan yang dilakukan oleh orang lain tersebut. Orang yang seperti ini, pada dasarnya, ia sama saja tengah menciptakan sebuah ’peperangan’ di dalam alam kalbunya sendiri.
       Ketiga, sebagian kecil orang, ada yang melihat kesalahan orang lain itu sebagai sebuah pelajaran berharga yang patut diambil hikmahnya. Orang dengan kategori seperti inilah yang kelak akan masuk ke dalam kelompok kaum beruntung. Sebab, mereka tak perlu menjalani kesalahan yang sama terlebih dahulu untuk bisa memperoleh sebuah pelajaran berharga. Cukup dengan belajar dari kesalahan orang lain, ia sudah dapat memetik hikmah yang akan menuntunnya menuju jalan kebajikan.
        Menilik ketiga macam perilaku orang dalam menyikapi kesalahan orang lain tersebut, tampaknya, jenis yang ketiga inilah yang sepatutnya kita miliki. Yakni, melihat kesalahan orang lain bukan untuk ditepuki atau dicela, apalagi dihina, melainkan untuk diambil hikmahnya sebagai pelajaran di dalam  mengarungi kehidupan di muka bumi ini.
Cara Melihat Kesalahan
          Adapun dalam kaitannya dengan bagaimana cara seseorang melihat kesalahan dirinya sendiri, juga ada tiga macam sikap yang berbeda. Pertama, orang yang melihat kesalahannya seperti momok. Mereka takut terhadap kesalahannya sendiri dan juga takut jika kesalahannya itu diketahui oleh orang lain. Apabila kesalahannya itu sampai diketahui orang lain, atau baru sekedar dugaannya saja -– bahwa kesalahannya telah diketahui orang –-, maka rasa takutnya kian bertambah besar.
          Mereka yang tergolong dalam tipe macam ini, biasanya, jika telah melakukan suatu kesalahan, lebih senang mengurung diri. Bahkan, tidak sedikit orang yang kemudian mencoba untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Mereka menganggap, kesalahan atau dosa itu sebagai sesuatu yang tidak patut untuk dilakukan oleh manusia.
Pada tataran tertentu, pemikiran semacam itu ada benarnya. Apabila kita berpandangan bahwa sebagai hamba, manusia itu tidak pantas berbuat dosa kepadaNya, itu memang benar. Namun, jika kita berpandangan bahwa manusia itu harus suci dari dosa, maka hal inilah yang perlu diluruskan.
      Sebab, pada dasarnya, manusia itu sudah ditakdirkan untuk berbuat dosa. Rasulullah saw sendiri pernah bersabda: ”Demi Allah yang jiwaku di tanganNya, sekiranya kalian tidak melakukan perbuatan dosa, niscaya Allah akan memusnahkan kalian dan menggantinya dengan kaum yang berbuat dosa. Namun kemudian mereka meminta ampun (kepada Allah) dan mereka diampuni (olehNya).”
        Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ra di atas merupakan pertanda bagi umat manusia, bahwasanya, kesalahan atau dosa itu adalah bagian dari kisi-kisi kehidupan manusia. Oleh karena itu, yang terpenting adalah, bukan bagaimana agar manusia itu tidak memiliki dosa atau kesalahan –- karena hal itu jelas tidak mungkin dapat dilakukan –-, melainkan apa yang akan dilakukan setelah berbuat kesalahan atau dosa.
Takut terhadap kesalahan atau dosa yang pernah dilakukan, bukanlah sebuah jalan penyelesaian. Tetapi lebih cenderung sebagai alat pembelajaran agar kesalahan yang sama tidak  perlu terulang kembali. Sedangkan penyelesaiannya adalah dengan cara bertobat. Rasulullah saw pernah mengingatkan kita, bahwa setiap sakit itu ada obatnya. Sedangkan obatnya kesalahan atau dosa itu adalah memohon ampunan Allah atau bertobat.
          Adapun tipe kedua dari orang yang melihat kesalahannya sendiri adalah, orang yang tidak mau mengakui kesalahannya dan bahkan berusaha keras untuk menutup-nutupi dengan cara mengajukan berbagai alasan yang membuat dirinya jadi seolah-olah tampak benar. Mereka yang tergolong tipe ini, biasanya, adalah orang yang sangat mempedulikan persoalan citra dirinya di hadapan orang lain. Ia ingin dipandang sebagai orang yang selalu berbuat benar dan tidak pernah salah.
Bahkan, tak sedikit di antara mereka yang berupaya mencari kambing hitam untuk menisbatkan sebab kesalahannya --- baik itu ‘kambing’ yang memang sudah hitam maupun yang jelas-jelas putih, tapi diupayakan agar tampak jadi hitam, --- secara tanpa disadari, ego mereka yang cukup tinggi itu telah membuat mereka jadi menuhankan diri sendiri, mengabaikan hak orang lain dan selalu mengunggulkan diri sendiri.
Kesalahan Sebagai Modal
          Sedangkan tipe yang ketiga adalah orang yang melihat kesalahannya sebagai modal untuk memperbaiki diri. Mereka yang tergolong tipe ini, tidak menjadikan suatu kesalahan sebagai alat untuk menyesali diri secara berkepanjangan. Juga tidak berupaya menyembunyikan kesalahannya karena takut citranya menjadi buruk. Yang ia pikirkan hanyalah citra dirinya di hadapan Tuhan. Ia lebih senang melihat kesalahannya sebagai modal untuk memperbanyak sukur, mempertebal keimanan dan membenahi carut-marut yang ada di hatinya.
          Apabila kita melihat sebuah kesalahan sebagai modal untuk memperbaiki diri, maka sudah barang tentu, insya Allah kita akan lebih bisa belajar untuk menjadi orang yang berlapang dada dalam menghadapi masalah. Termasuk untuk berpikir tenang dalam mencari penyelesaian masalah, berbesar hati untuk mengakui kesalahan yang telah dilakukan dan bertekad kuat dalam menempuh jalan menuju tobat.
Kunci untuk bisa melihat kesalahan sebagai modal memperbaiki diri adalah, pertama, kita harus selalu ingat, bahwa seberapa pun besarnya kesalahan atau dosa yang telah kita lakukan, ampunan Allah itu jauh lebih besar lagi. Oleh karena itu, tak ada kata terlambat untuk bertobat, sebelum maut datang menjemput. Apalagi dalam sebuah hadis qudsi Allah ’Azza wa Jalla telah berfirman: “Andaikan hambaKu itu datang dengan dosa sepenuh bumi, maka Aku akan mengampuninya sebanyak itu pula.”
      Kunci yang kedua adalah, melihat kesalahan itu sebagai sebuah jalan untuk menuju kebaikan. Dengan adanya kesalahan itulah, Allah menunjuki hati kita untuk belajar membenahi diri sendiri. Sedang kunci yang ketiga adalah, mensyukuri akan adanya kemurahan pertolongan Allah kepada kita, sehingga kita dapat memperoleh hidayah dan diberi kemampuan olehNya untuk bisa belajar dari kesalahan yang pernah kita lakukan sebelumnya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar