![]() |
Ponpes Biba'a Fadlrah, Sananrejo, Turen, Malang, Jawa Timur (2012) |
Melihat
kesalahan diri sendiri merupakan pekerjaan yang cukup sulit bagi
orang yang senang mempersulit kehidupannya. Sebaliknya, orang yang menjalani
kehidupan ini dengan santai, lapang dada dan banyak bersyukur, maka ia akan
lebih mudah untuk bisa melihat kesalahannya sendiri.
Apabila kita sudah bisa melihat kesalahan diri sendiri, maka kita akan
sulit untuk menghakimi kesalahan orang lain. Sebab, pada dasarnya, kesalahan
orang lain itu tidak jauh berbeda dengan kesalahan diri kita sendiri. Inti
kesalahan kita sama saja dengan orang lain. Barangkali yang berbeda hanya
bentuk dan tampilan atau kemasannya saja. Bahkan, sangat boleh jadi, kesalahan
kita tampak jauh lebih banyak dari kesalahan orang lain.
Terkait dengan bagaimana sikap seorang
terhadap kesalahan yang dilakukan orang lain itu, paling tidak, dapat
digolongkan menjadi tiga macam. Pertama, ada orang yang senang melihat
orang lain berbuat salah. Sebab, dengan demikian, ia akan menjadi seolah tampak
benar. Padahal, sejatinya, dia justru tengah menjauh dari kebenaran itu
sendiri.
Kedua, ada pula yang melihat
orang yang melakukan kesalahan itu seperti melihat musuh yang sangat dibencinya. Padahal,
sebetulnya, ia tidak terkena dampak langsung dari kesalahan yang dilakukan oleh
orang lain tersebut. Orang yang seperti ini, pada dasarnya, ia sama saja tengah
menciptakan sebuah ’peperangan’ di dalam alam kalbunya sendiri.
Ketiga, sebagian kecil orang,
ada yang melihat kesalahan orang lain itu sebagai sebuah pelajaran berharga
yang patut diambil hikmahnya. Orang dengan kategori seperti inilah yang kelak
akan masuk ke dalam kelompok kaum beruntung. Sebab, mereka tak perlu menjalani
kesalahan yang sama terlebih dahulu untuk bisa memperoleh sebuah pelajaran
berharga. Cukup dengan belajar dari kesalahan orang lain, ia sudah dapat
memetik hikmah yang akan menuntunnya menuju jalan kebajikan.
Menilik ketiga macam perilaku orang
dalam menyikapi kesalahan orang lain tersebut, tampaknya, jenis yang ketiga
inilah yang sepatutnya kita miliki. Yakni, melihat kesalahan orang lain bukan
untuk ditepuki atau dicela, apalagi dihina, melainkan untuk diambil hikmahnya
sebagai pelajaran di dalam mengarungi
kehidupan di muka bumi ini.
Cara Melihat Kesalahan
Adapun
dalam kaitannya dengan bagaimana cara seseorang melihat kesalahan
dirinya sendiri, juga ada tiga macam sikap yang berbeda. Pertama, orang
yang melihat kesalahannya seperti momok. Mereka takut terhadap
kesalahannya sendiri dan juga takut jika kesalahannya itu diketahui oleh orang
lain. Apabila kesalahannya itu sampai diketahui orang lain, atau baru sekedar
dugaannya saja -– bahwa kesalahannya telah diketahui orang –-, maka rasa
takutnya kian bertambah besar.
Mereka yang tergolong dalam tipe macam
ini, biasanya, jika telah melakukan suatu kesalahan, lebih senang mengurung
diri. Bahkan, tidak sedikit orang yang kemudian mencoba untuk mengakhiri
hidupnya dengan cara bunuh diri. Mereka menganggap, kesalahan atau dosa itu
sebagai sesuatu yang tidak patut untuk dilakukan oleh manusia.
Pada tataran tertentu, pemikiran semacam itu ada benarnya. Apabila kita
berpandangan bahwa sebagai hamba, manusia itu tidak pantas berbuat dosa
kepadaNya, itu memang benar. Namun, jika kita berpandangan bahwa manusia itu
harus suci dari dosa, maka hal inilah yang perlu diluruskan.
Sebab, pada dasarnya, manusia itu
sudah ditakdirkan untuk berbuat dosa. Rasulullah saw sendiri pernah bersabda: ”Demi
Allah yang jiwaku di tanganNya, sekiranya kalian tidak melakukan perbuatan
dosa, niscaya Allah akan memusnahkan kalian dan menggantinya dengan kaum yang
berbuat dosa. Namun kemudian mereka meminta ampun (kepada Allah) dan mereka
diampuni (olehNya).”
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim ra di atas merupakan pertanda bagi umat manusia, bahwasanya, kesalahan
atau dosa itu adalah bagian dari kisi-kisi kehidupan manusia. Oleh karena itu,
yang terpenting adalah, bukan bagaimana agar manusia itu tidak memiliki dosa
atau kesalahan –- karena hal itu jelas tidak mungkin dapat dilakukan –-,
melainkan apa yang akan dilakukan setelah berbuat kesalahan atau dosa.
Takut terhadap kesalahan atau dosa yang pernah dilakukan, bukanlah sebuah
jalan penyelesaian. Tetapi lebih cenderung sebagai alat pembelajaran agar
kesalahan yang sama tidak perlu terulang
kembali. Sedangkan penyelesaiannya adalah dengan cara bertobat. Rasulullah saw
pernah mengingatkan kita, bahwa setiap sakit itu ada obatnya. Sedangkan obatnya
kesalahan atau dosa itu adalah memohon ampunan Allah atau bertobat.
Adapun tipe kedua dari orang
yang melihat kesalahannya sendiri adalah, orang yang tidak mau mengakui kesalahannya
dan bahkan berusaha keras untuk menutup-nutupi dengan cara mengajukan berbagai
alasan yang membuat dirinya jadi seolah-olah tampak benar. Mereka yang
tergolong tipe ini, biasanya, adalah orang yang sangat mempedulikan persoalan
citra dirinya di hadapan orang lain. Ia ingin dipandang sebagai orang yang
selalu berbuat benar dan tidak pernah salah.
Bahkan, tak
sedikit di antara mereka yang berupaya mencari kambing hitam untuk menisbatkan
sebab kesalahannya --- baik itu ‘kambing’ yang memang sudah hitam maupun
yang jelas-jelas putih, tapi diupayakan agar tampak jadi hitam, --- secara
tanpa disadari, ego mereka yang cukup tinggi itu telah membuat mereka jadi
menuhankan diri sendiri, mengabaikan hak orang lain dan selalu mengunggulkan
diri sendiri.
Kesalahan Sebagai
Modal
Sedangkan tipe yang ketiga adalah
orang yang melihat kesalahannya sebagai modal untuk memperbaiki diri. Mereka
yang tergolong tipe ini, tidak menjadikan suatu kesalahan sebagai alat untuk
menyesali diri secara berkepanjangan. Juga tidak berupaya menyembunyikan
kesalahannya karena takut citranya menjadi buruk. Yang ia pikirkan hanyalah
citra dirinya di hadapan Tuhan. Ia lebih senang melihat kesalahannya sebagai
modal untuk memperbanyak sukur, mempertebal keimanan dan membenahi carut-marut
yang ada di hatinya.
Apabila
kita melihat sebuah kesalahan sebagai modal untuk memperbaiki diri, maka sudah
barang tentu, insya Allah kita akan lebih bisa belajar untuk menjadi orang yang
berlapang dada dalam menghadapi masalah. Termasuk untuk berpikir tenang dalam
mencari penyelesaian masalah, berbesar hati untuk mengakui kesalahan yang telah
dilakukan dan bertekad kuat dalam menempuh jalan menuju tobat.
Kunci untuk bisa
melihat kesalahan sebagai modal memperbaiki diri adalah, pertama, kita
harus selalu ingat, bahwa seberapa pun besarnya kesalahan atau dosa yang telah
kita lakukan, ampunan Allah itu jauh lebih besar lagi. Oleh karena itu, tak ada kata terlambat untuk bertobat, sebelum maut datang
menjemput. Apalagi dalam sebuah hadis qudsi Allah ’Azza wa Jalla telah
berfirman: “Andaikan hambaKu itu datang dengan dosa sepenuh bumi, maka Aku
akan mengampuninya sebanyak itu pula.”
Kunci yang kedua adalah,
melihat kesalahan itu sebagai sebuah jalan untuk menuju kebaikan. Dengan adanya
kesalahan itulah, Allah menunjuki hati kita untuk belajar membenahi diri
sendiri. Sedang kunci yang ketiga adalah, mensyukuri akan adanya
kemurahan pertolongan Allah kepada kita, sehingga kita dapat memperoleh hidayah
dan diberi kemampuan olehNya untuk bisa belajar dari kesalahan yang pernah kita
lakukan sebelumnya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar