… syarat untuk
dikabulkannya sebuah do’a, tidaklah mudah. Menurut sejumlah ulama salaf,
agar
do’a kita segera diijabah Allah, maka dibutuhkan adanya kebersihan
jasmani
maupun rohani pada diri kita. Artinya, kalau jasmani kita sudah bersih
dari hadast kecil maupun besar,
dan rohani kita juga bersih dari segala
jenis penyakit hati, maka do’a yang kita ajukan,
insya Allah akan diijabah Allah.
Suatu
ketika, ada orang yang sambat dengan saya. Sebut saja namanya Fulan. Dia
muring-muring pada Allah. Pasalnya, dia merasa Allah telah bersikap
tidak adil pada dirinya. Padahal, menurut pengakuannya, hampir semua yang
dilarang Allah sudah dia tinggalkan. Dan
apa yang diperintahkan Allah, telah dia kerjakan. Tapi, Allah kok tetap
tidak mau mengabulkan permohonan yang dia ajukan.
“Pagi, siang, malam hingga ketemu pagi lagi, saya berdo’a
terus minta agar Allah memberikan kekayaan pada diri saya. Tapi tak pernah
dikabulkan. Sementara, tetangga sebelah rumah saya, tidak pernah salat, tidak
pernah ngaji, suka buat onar di kampung dan sering minum-minuman keras, hidupnya
justeru dibikin Allah kaya-raya dan serba berkecukupan. Kalau begini caranya,
buat apa saya berdo’a, kalau kemudian ternyata Allah tidak mau mengabulkan
permohonan saya,” kata si Fulan.
Apa yang dialami Fulan, sangat boleh
jadi, juga pernah dialami oleh kebanyakan di antara kita. Seakan-akan, jika
kita telah mengikuti semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah, otomatis
apa yang kita butuhkan, langsung akan dikabulkan Allah saat itu juga.
Padahal, syarat untuk dikabulkannya
sebuah do’a, tidaklah mudah. Menurut sejumlah ulama salaf, agar do’a kita
segera diijabah Allah, maka dibutuhkan adanya kebersihan jasmani maupun
rohani pada diri kita. Artinya, kalau jasmani kita sudah bersih dari hadast kecil
maupun besar, dan rohani kita juga bersih dari segala jenis penyakit hati, maka
do’a yang kita ajukan, insya Allah akan diijabah Allah.
Persoalannya sekarang ialah, bisakah
kita menjamin bahwa secara jasmani, tubuh kita telah benar-benar bersih dari
pengaruh hadast besar maupun kecil? Pertanyaan berikutnya, bisakah kita
menjamin bahwa secara rohani, diri kita telah benar-benar terbebas dari
pengaruh penyakit hati?
Jika memang jasmani dan rohani kita
telah benar-benar sterill dari pengaruh hadast besar, hadast kecil
dan segala jenis penyakit hati, lalu mengapa do’a yang kita ajukan itu, belum
juga dikabulkan Allah? Ada apa pada diri kita, sehingga Allah belum berkenan
untuk mengabulkan permohonan yang kita ajukan? Pertanyaan inilah, yang
semestinya kita renungkan secara lebih mendalam.
Sebab, kalau pertanyaan tersebut
telah kita temukan jawabannya dengan benar, maka insya Allah kita nanti akan
selamat dari penyakit hati yang lebih parah lagi. Yaitu, berprasangka buruk
kepada Allah, karena belum dikabulkannya do’a kita.
Yang perlu kita ingat baik-baik adalah,
Allah selalu mengabulkan setiap do’a yang diajukan hamba-Nya. “Aku (Allah)
mengabulkan permohonan orang yang mendo’akan apabila ia berdo’a kepada-Ku …” (Qs.
Al-Baqarah ayat 186). Dalam surat Al-Mu’min ayat 60, dengan tegas Allah
berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu.”
Jadi, kalau pun Allah belum berkenan untuk mengabulkannya
ketika kita masih di dunia ini, maka hal itu bukan karena Allah ingkar janji.
Tapi, mutlak karena Dia berkehendak untuk menyelamatkan kita dari jurang
kerusakan yang lebih parah lagi.
Sebab, Allah lebih tahu apa yang pantas dan tidak pantas
untuk kita terima ketika masih berada di dunia ini. Maka itu, yakinlah, Allah
selalu baik pada kita. Hanya kita saja yang tak pernah mau belajar untuk
bersabar dan berprasangka baik kepada-Nya. ■

Tidak ada komentar:
Posting Komentar