Selasa, 13 Maret 2012

| Berprasangka Baik |

… syarat untuk dikabulkannya sebuah do’a, tidaklah mudah. Menurut sejumlah ulama salaf, 
agar do’a kita segera diijabah Allah, maka dibutuhkan adanya kebersihan jasmani 
maupun rohani pada diri kita. Artinya, kalau jasmani kita sudah bersih dari hadast kecil maupun besar, 
dan rohani kita juga bersih dari segala jenis penyakit hati, maka do’a yang kita ajukan, 
insya Allah akan diijabah Allah.



            Suatu ketika, ada orang yang sambat dengan saya. Sebut saja namanya Fulan. Dia muring-muring pada Allah. Pasalnya, dia merasa Allah telah bersikap tidak adil pada dirinya. Padahal, menurut pengakuannya, hampir semua yang dilarang Allah sudah dia tinggalkan. Dan apa yang diperintahkan Allah, telah dia kerjakan. Tapi, Allah kok tetap tidak mau mengabulkan permohonan yang dia ajukan.
“Pagi, siang, malam hingga ketemu pagi lagi, saya berdo’a terus minta agar Allah memberikan kekayaan pada diri saya. Tapi tak pernah dikabulkan. Sementara, tetangga sebelah rumah saya, tidak pernah salat, tidak pernah ngaji, suka buat onar di kampung dan sering minum-minuman keras, hidupnya justeru dibikin Allah kaya-raya dan serba berkecukupan. Kalau begini caranya, buat apa saya berdo’a, kalau kemudian ternyata Allah tidak mau mengabulkan permohonan saya,” kata si Fulan.
            Apa yang dialami Fulan, sangat boleh jadi, juga pernah dialami oleh kebanyakan di antara kita. Seakan-akan, jika kita telah mengikuti semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah, otomatis apa yang kita butuhkan, langsung akan dikabulkan Allah saat itu juga.
       Padahal, syarat untuk dikabulkannya sebuah do’a, tidaklah mudah. Menurut sejumlah ulama salaf, agar do’a kita segera diijabah Allah, maka dibutuhkan adanya kebersihan jasmani maupun rohani pada diri kita. Artinya, kalau jasmani kita sudah bersih dari hadast kecil maupun besar, dan rohani kita juga bersih dari segala jenis penyakit hati, maka do’a yang kita ajukan, insya Allah akan diijabah Allah.
      Persoalannya sekarang ialah, bisakah kita menjamin bahwa secara jasmani, tubuh kita telah benar-benar bersih dari pengaruh hadast besar maupun kecil? Pertanyaan berikutnya, bisakah kita menjamin bahwa secara rohani, diri kita telah benar-benar terbebas dari pengaruh penyakit hati?
     Jika memang jasmani dan rohani kita telah benar-benar sterill dari pengaruh hadast besar, hadast kecil dan segala jenis penyakit hati, lalu mengapa do’a yang kita ajukan itu, belum juga dikabulkan Allah? Ada apa pada diri kita, sehingga Allah belum berkenan untuk mengabulkan permohonan yang kita ajukan? Pertanyaan inilah, yang semestinya kita renungkan secara lebih mendalam.
    Sebab, kalau pertanyaan tersebut telah kita temukan jawabannya dengan benar, maka insya Allah kita nanti akan selamat dari penyakit hati yang lebih parah lagi. Yaitu, berprasangka buruk kepada Allah, karena belum dikabulkannya do’a kita.
    Yang perlu kita ingat baik-baik adalah, Allah selalu mengabulkan setiap do’a yang diajukan hamba-Nya. “Aku (Allah) mengabulkan permohonan orang yang mendo’akan apabila ia berdo’a kepada-Ku …” (Qs. Al-Baqarah ayat 186). Dalam surat Al-Mu’min ayat 60, dengan tegas Allah berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu.
Jadi, kalau pun Allah belum berkenan untuk mengabulkannya ketika kita masih di dunia ini, maka hal itu bukan karena Allah ingkar janji. Tapi, mutlak karena Dia berkehendak untuk menyelamatkan kita dari jurang kerusakan yang lebih parah lagi.
Sebab, Allah lebih tahu apa yang pantas dan tidak pantas untuk kita terima ketika masih berada di dunia ini. Maka itu, yakinlah, Allah selalu baik pada kita. Hanya kita saja yang tak pernah mau belajar untuk bersabar dan berprasangka baik kepada-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar