“Sekiranya kita bisa melihat dengan kasat mata bagaimana
keadaan ruh kita tatkala dalam
kondisi sedang lapang secara materi, niscaya
kita akan menyaksikan ruh kita menangis tersedu-sedu
karena cemas dan takut
akan tergelincir oleh tipu-daya kekayaan yang ada
pada diri kita.”
Ada banyak alasan orang menangis. Pertama, karena ia lagi
berduka. Misalnya, sedang kehilangan barang yang dicintai, kecopetan atau telah
dirampok orang. Tangisnya bisa makin terdengar kencang, jika musibah yang
datang itu dalam bentuk kematian atau lagi terkena pemutusan hubungan kerja
(PHK) dari perusahaan tempatnya bekerja.
Sekiranya menangis karena musibah kematian atau karena
di-PHK itu bisa dan boleh dilakukan dengan cara menggunakan pengeras suara,
mungkin akan banyak orang yang melakukannya. Kenapa? Biar semua orang tahu
kalau dirinya saat itu sedang berduka. Dengan begitu, jika nanti ada orang yang
mau membantu, maka sudah sewajarnya hal itu dilakukan untuk dirinya.
Kedua, orang menangis karena terharu oleh faktor
haru-biru kemenangan yang tengah diraihnya. Tangis yang demikian itu,
seringkali dilakukan oleh pendekar-pendekar olahraga kita. Terutama ketika dia
berhasil meraih medali emas pertama untuk kontingennya.
Tangis kemenangan ini, biasanya meledak tatkala lagu
kebangsaannya tengah diperdengarkan di hadapan para penonton. Umumnya, ketika
seorang atlit menangis karena larut
dalam haru-biru kemenangan itu, yang terlintas dalam bayangannya, mungkin bukan
karena lecutan dari imannya yang paling dalam. Tapi sangat boleh jadi, lebih
disebabkan oleh rasa senang karena bakal menerima sejumlah bonus dari yang
memberinya sponsor. Atau bisa juga karena terbawa suasana yang heroik saat itu.
Selain dua faktor tersebut di atas, ada satu faktor lagi yang melatarbelakangi orang
menangis. Faktor yang satu ini, jarang terjadi. Bahkan, mungkin, oleh sebagian
besar orang, tangis jenis ini, dianggap tidak lazim. Pasalnya, tangis ini
muncul karena ia ingat akan azab Allah. Terutama disaat dia sedang dalam posisi
senang.
Sehingga, meskipun posisi hatinya sedang bergembira atau
lagi lapang, tapi dia justru menangis tersedu-sedu. Tangis yang demikian ini,
mutlak muncul karena pengaruh imannya yang kuat. Biasanya, mereka yang masuk
pada golongan ini, justeru dalam keadaan sedang kere, dia malah
bersyukur dan bergembira.
Pasalnya kenapa? Karena, dengan kepapaannya itu,
dia justeru merasa bisa lebih dekat dengan Allah. Sehubungan dengan tangis yang
demikian ini, salah seorang sufi ternama asal Sakandary, Syekh Ahmad Athaillah
mengatakan:
“Sekiranya kita bisa melihat dengan kasat mata bagaimana
keadaan ruh kita tatkala dalam kondisi sedang lapang secara materi, niscaya
kita akan menyaksikan ruh kita menangis tersedu-sedu karena cemas dan takut
akan tergelincir oleh tipu-daya kekayaan yang ada pada diri kita.”
Bahkan, dalam sebuah hadis dari Anas ra dikatakan: Pada
suatu hari, ketika Rasulullah SAW berkhutbah. … Beliau berkata: “Andaikan
kamu mengetahui sebagaimana yang aku tahu, niscaya kalian akan sedikit tertawa
dan banyak menangis.” Anas kemudian berkata: “Seketika itu juga, para
sahabat langsung menutup muka masing-masing sambil menangis terisak-isak. (HR.
Buchary, Muslim)
Masuk dalam golongan manakah tangisan kita selama ini?
Jawabnya, ada pada diri kita masing-masing. ■
Tidak ada komentar:
Posting Komentar