Rabu, 14 Maret 2012

| Berterima Kasih |

… kalau saja orang yang mendapat hukuman secara langsung itu mau belajar mengupas hikmah di balik ‘hukuman’ yang diberikan Allah ketika dia masih berada di dunia, seharusnya dia malah berterima kasih
kepada Allah. Pasalnya kenapa? Karena itu berarti, Allah masih menyayangi dan mencintainya.



 Manusia, jika hubungannya dengan Allah sedang ‘bermasalah’, biasanya cenderung menganggap Allah sebagai sosok yang kejam, tidak mau peduli dan berlaku tidak adil atas dirinya. Anggapan itu muncul karena, orang yang sedang ‘bermasalah’ itu acapkali memaknai ‘kebijakan’ Allah sebagai satu bentuk hukuman atas kekeliruan yang telah diperbuatnya.
Anggapan itu semakin menjadi-jadi manakala, misalnya, pada saat yang sama, dia tengah menyaksikan ada orang yang juga telah melakukan kesalahan serupa, tapi tidak mendapat hukuman langsung dari Allah. Dia mengira, jika tidak dihukumnya orang yang melakukan kesalahan serupa dengan dia itu, betul-betul karena faktor orang tersebut tidak dihukum, sebagaimana yang sedang dia alami.
Padahal, sebetulnya, kalau saja orang yang mendapat hukuman secara langsung itu mau belajar mengupas hikmah di balik ‘hukuman’ yang diberikan Allah ketika dia masih berada di dunia, seharusnya dia malah berterima kasih kepada Allah. Pasalnya kenapa?
Karena itu berarti, Allah masih menyayangi dan mencintainya. Sebab, sangat boleh jadi, hukuman itu disegerakan di dunia, karena Allah tidak ingin ketika hamba-Nya datang menghadap, menjadi terganjal pertemuannya saat itu oleh persoalan kesalahan yang telah atau pernah dia lakukan  tatkala masih berada di dunia.
Memang, sepintas kesannya Allah nampak kejam, tidak adil dan tidak mau peduli dengan kondisi kita saat itu. Tapi, sesungguhnyalah, di balik hukuman yang kita terima ketika di dunia itu, Allah ‘Azza wa Jalla justeru ingin menyelamatkan kita saat Pengadilan Sejati digelar di tengah padang perjumpaan dengan Allah di hari akhirat nanti.
Adapun terhadap orang yang ‘ditunda’ hukumannya ketika dia masih berada di dunia, bukan berarti bahwa Allah lebih sayang padanya. Melainkan, malah sebaliknya. Allah tidak ingin, ketika hamba-Nya yang acapkali ‘membangkang’ dan tidak mau sujud pada Allah itu, datang menghadap untuk ‘membanggakan’ perbuatannya di Padang Mahsyar.
Bahkan, dalam sebuah kisah disebutkan, ahli maksiat yang belum dihukum Allah di dunia, memang sengaja dibuat seperti itu. Tujuannya, agar semua amal kebaikan yang pernah dia lakukan di dunia, bisa dibayar langsung oleh Allah ketika dia masih berada di dunia. Sehingga, tatkala dia menghadap Allah, dia sudah tidak punya lagi timbangan kebajikan yang harus ‘dilunasi’ Allah.
Sedang terhadap orang yang mendapat hukuman selama dia masih berada di dunia, masih menurut kisah yang sama, justeru karena Allah ingin menghabiskan masa hukuman amal buruknya itu saat dia masih berada di dunia. Sehingga, ketika dia menghadap Allah, dia sudah tidak punya beban dan tanggungan kesalahan lagi. Jadi ketika momentum perjumpaan dengan Allah di Pengadilan Sejati nanti digelar, dia murni menghadap untuk mempersembahkan amal kebajikannya selama berada di dunia.
Jika demikian halnya, mengapa kita masih sering menganggap Allah kejam, tidak sayang, tidak peduli dan tidak mau tahu dengan permasalahan kita ketika di dunia? Bukankah kita seharusnya berterima kasih kepada Allah? Semoga kita termasuk sebagai hamba yang bisa bersyukur atas segala kenikmatan yang telah Allah berikan pada kita. Amien. ■

Tidak ada komentar:

Posting Komentar