Jumat, 02 Maret 2012

| Bersyukur Untuk Belajar Menuju Sabar |

Tetap bersyukur meski tak memiliki anggota badan yang utuh
     Sebagian besar ulama sepakat, bahwasanya sabar itu lebih utama daripada syukur. Dalam hal ini, bukan berarti bahwa sebaiknya kita hanya bersabar saja dan tidak perlu bersyukur. Adanya pandangan ulama yang semacam itu lebih didasarkan pada pembahasan mengenai tingkatan amal. Para ulama memberikan alasan bahwa, orang yang bersyukur itu langsung diberi hadiah, yakni berupa tambahan nikmat. Sedangkan orang yang bersabar, maka ia dijanjikan bersama dengan Allah.
     Dalam prakteknya, kebanyakan orang memandang bahwa bersyukur itu jauh lebih mudah dilakukan daripada bersabar. Logikanya cukup sederhana dan bisa difahami. Mereka melihat bahwa bersyukur itu, sudah barang tentu, karena sebelumnya mereka telah menerima suatu nikmat yang menyenangkan.
Sedang tindakan bersabar, sudah bisa dipastikan, adalah dikarenakan adanya suatu kejadian yang tidak menyenangkan atau karena adanya musibah yang menyedihkan. Hal ini sudah barang tentu sulit dilakukan, karena kejadian tidak sesuai dengan keinginan. Sehingga, akan membuat hati merana, kecewa dan menyesali apa yang sudah terjadi.
       Sekilas, logika tersebut tampak benar adanya. Namun, jika kita perhatikan dengan seksama, maka sebetulnya, jika bersyukur itu bisa mudah dilakukan, maka jalan menuju kesabaran tentunya akan terbentang luas di hadapan kita. Mengapa demikian?
Sebab, untuk bisa bersyukur, maka  itu berarti kita harus selalu melihat kebaikan Tuhan di dalam kehidupan kita. Manakala kita bersyukur pada setiap nafas kehidupan kita, tidak peduli apakah kejadian yang kita alami itu tampaknya menyedihkan atau buruk sama sekali, maka sejatinya, kita sedang melangkah menuju gerbang kesabaran.
 Jiwa Yang Damai
       Orang yang bersyukur, biasanya tidak memelihara prasangka buruk kepada Tuhannya. Sebab, ia selalu memprasangkai bahwa setiap kejadian di dalam hidupnya itu adalah karena kebaikan Tuhan. Orang yang menjaga prasangka baiknya kepada Tuhannya, maka hatinya akan damai. Ia tidak merasa merana ketika ia menghadapi suatu kejadian yang menyedihkan.
Ia tidak kecewa ketika sesuatu yang ia inginkan tidak dapat terpenuhi. Ia tidak merasa dendam dan sakit hati ketika sesuatu hal membuat hatinya terluka. Hatinya akan selalu berada dalam kedamaian. Karena itulah, maka ia selalu berada bersama Tuhannya. Sebab, jiwa yang damai adalah jiwa yang dapat bertaut dekat dengan Zat Yang Maha Damai.
        Sampai di sini, kita dapat memahami, bahwa seseorang jika ingin belajar bersabar, maka ia tidak perlu memikirkan berbagai cara yang pelik dan menyusahkan hati. Apalagi, orang yang ingin belajar sabar itu, biasanya sudah menyerah lebih dulu sebelum pertarungan dimulai. Sebab, mereka sudah membayangkan segudang kemangkelan dan rasa sakit hati yang harus dipendam di dalam hati dan ditahan agar tidak keluar ke permukaan. Padahal, apabila untuk belajar sabar  sudah ’dihantui’ oleh perasaan seperti itu, maka bagaimana mungkin kita bisa belajar melatih diri kita untuk bersabar?
         Oleh karenanya, janganlah memikirkan tentang berbagai hal seperti itu, yang justru akan membuat hati kita akhirnya bertambah tebal hijab (penutup)nya dan semakin banyak penyakitnya. Mulailah dari belajar bersyukur atas hal-hal yang sering kita abaikan. Misalnya, bersyukur karena kita bisa makan, lidah kita bisa merasakan rasa dari makanan itu. Sebab, kalau kita sakit, semua makanan akan terasa jadi tidak enak. Bersyukur karena sudah bisa memasak makanan, sebab kalau sakit, juga tak bisa bergerak dengan leluasa. Bersyukur bisa minum, karena kalau tubuh kita kekurangan air juga akan menjadi sakit. Bersyukur bisa mandi, karena kalau tidak mandi, misalnya, badan akan terasa gatal dan mengeluarkan aroma tak sedap.
        Mari kita belajar mensyukuri segala hal yang kita kerjakan sehari-hari, dan karena sudah menjadi rutinitas itulah, maka kita kerapkali tidak merasakan bahwa hal itu adalah nikmat Allah. Apabila kita sudah terbiasa bersyukur atas nikmat Allah yang kita miliki sehari-hari, maka insya’ Allah, kita pun akan ingat untuk bersyukur tatkala memperoleh nikmat Allah yang lainnya.
 Menanam Prasangka Baik
Selanjutnya, kita juga perlu belajar menanamkan prasangka baik kepada Allah, agar kita selalu dapat melihat kemurahan nikmat Allah di dalam kehidupan kita. Menanamkan prasangka baik kepada Allah tatkala menghadapi suatu kejadian yang menyenangkan, barangkali akan lebih mudah untuk dilakukan, sehingga kita pun lebih dapat mensyukurinya. Namun, ketika kita menghadapi suatu musibah atau kejadian yang tidak sesuai dengan harapan, maka barangkali kita akan sulit untuk berprasangka baik kepada Allah. Sehingga, sulit pula bagi kita untuk dapat bersyukur dalam keadaan seperti itu.
Dalam tataran inilah, penting bagi kita untuk memiliki keyakinan yang kuat tentang Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi hambaNya. Pada sebagian orang, barangkali, ada yang bisa memetik hikmah dari berbagai kejadian sehingga kejadian itu dapat disyukurinya. Namun, boleh jadi pula, pada sebagian orang yang lainnya, sulit untuk melihat hikmah dari sebuah kejadian.
Hal itu terjadi karena hatinya  sedang tertutupi oleh rasa tidak terimanya terhadap kejadian tersebut. Pada saat yang demikian itu, sebaiknya keyakinan kita segera mengambil alih terlebih dahulu. Yakni, meyakini bahwa kejadian tersebut adalah yang terbaik dari Allah untuk diri kita. Sedangkan persoalan apa hikmah yang terkandung di balik dari peristiwa itu, akan diberikan oleh Allah tatkala hati kita sudah mulai terbuka tabirnya dan tidak mengadili kehendak Allah atas diri kita.
 Keyakinan itu Hadiah
Lalu, pertanyaannya sekarang ialah, bagaimana caranya agar kita bisa memiliki keyakinan yang kuat kepada Allah itu? Keyakinan itu sendiri adalah hadiah dari Allah. Seseorang bisa memiliki keyakinan adalah karena Allah telah memberi hidayah ke dalam hati orang tersebut. Oleh karena itu, tak ada seorang pun yang bisa memberikan keyakinan kepada makhluk lainnya. Bahkan, seorang Nabi sekali pun, tak bisa memberikan keyakinan kepada siapa yang ia inginkan.
Banyak contoh yang bisa kita peroleh dari sejarah. Nabi Musa asw, misalnya, beliau tidak bisa membuat Fir’aun yang merupakan ayah angkatnya itu agar percaya kepada Tuhan yang sebenarnya. Begitu pula dengan nabi-nabi lainnya, seperti Nabi Nuh asw terhadap anaknya, Nabi Luth asw terhadap istrinya, dan termasuk Nabi Muhammad saw terhadap pamannya Abu Jahal.
Kesemuanya itu merupakan bukti bahwa seseorang bisa memperoleh keyakinan kepada Tuhannya itu adalah mutlak karena adanya pertolongan kemurahan rahmat Allah ’Azza wa Jalla. Alhasil, mintalah kepadaNya agar diberikan keyakinan dan selalu ditambah keyakinan itu agar menjadi kuat. Kemudian bersyukurlah selalu karena Allah telah memberikan nikmat kepada kita berupa keyakinan kepadaNya.
Apabila kita dapat melatih diri kita untuk belajar bersyukur atas segala sesuatu yang kita peroleh dalam hidup ini, maka rasa yang kita miliki akan mulai terasah. Sebab, untuk bisa bersyukur itu, kita terlebih dahulu harus bisa merasakan nikmat Allah atas diri kita.
Rasa yang terasah inilah, yang kemudian akan membuat hati kita menjadi lunak. Hati yang lunak, akan cenderung melihat makhluk lain dengan penuh rasa penghormatan. Sehingga, orang yang senang bersyukur itu, sejatinya, akan merasa senang pula untuk menghormati orang lain.
Bentuk penghormatan yang umum dimaklumi banyak orang adalah, tidak menyakiti orang lain, menghormati hak-haknya dan melihat orang lain sama dengan diri kita. Yakni, sama-sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kesemuanya itu merupakan bentuk penghormatan secara lahiriah atau yang dapat dilihat secara kasat mata dalam tindak perilaku seseorang kepada makhluk lainnya.
Namun, ada satu bentuk penghormatan yang sifatnya sirri atau tersembunyi. Penghormatan sirri ini, dari segi tingkat amalan, justru lebih utama daripada penghormatan secara zhahir. Mengapa demikian? Sebab, penghormatan secara sirri itu, karena sifatnya yang tersembunyi, maka sudah jelas akan ketulusannya dan sama sekali tidak mengharapkan pamrih dari orang lain.
Penghormatan Sirri
Apakah bentuk penghormatan secara sirri itu? Yaitu dengan mendo’akan kebaikan bagi orang lain. Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa salah satu do’a yang akan dikabulkan oleh Allah itu adalah do’a yang tidak diketahui oleh orang yang dido’akan. Mendo’akan kebaikan bagi orang yang berbuat baik kepada kita, itu merupakan hal yang sepatutnya dilakukan.
Namun, mendo’akan kebaikan bagi orang yang perbuatannya telah menyakiti hati kita, itulah yang disebut dengan akhlak kebagusan. Oleh karena itu, marilah kita belajar menghormati orang lain tidak hanya secara lahiriah belaka, melainkan juga secara sirri, yakni dengan mendo’akan kebaikan bagi sesama makhluk Tuhan.
Manakala kita telah melatih diri kita dengan penghormatan secara lahiriah dan terutama secara sirri tadi, maka lambat laun, akan memunculkan rasa kasih sayang di hati kita kepada sesama makhluk Tuhan. Jauh-jauh hari, Rasulullah saw pernah memberikan resep kepada umatnya. Kata beliau, untuk menimbulkan rasa kasih sayang kepada sesama itu adalah dengan cara menyebarkan salam. Salam itu adalah do’a keselamatan. Itu berarti, saat kita berdoa, sama halnya dengan kita menginginkan orang lain itu agar selamat dan selalu mendapat kebaikan dalam hidupnya.
Dengan demikian, setiap seseorang mendo’akan kebaikan dan keselamatan bagi orang lain, maka pada saat itu ia tengah menanam pohon kasih sayang di dalam dirinya. Semakin ia senang mendo’akan orang lain, maka pohon kasih sayang itu akan terus tumbuh-berkembang. Pohon kasih sayang itulah yang nantinya akan memunculkan buah kedamaian di dalam hati kita sendiri. Pada saat itulah, kita telah berhasil memperoleh sebuah kesabaran yang kekuatannya begitu besar. Sebab, pada saat yang sama, kita tengah berada bersama Tuhan (ma’allaah). Sehingga, siapapun yang melihat dan berinteraksi dengan kita, insya Allahh akan ikut merasakan kedamaian karena kekuatan dari kesabaran yang dikaruniakan Tuhan atas diri kita. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar