Senin, 12 Maret 2012

| Mengambil Ilmu Dari Pengalaman |

       Pengalaman adalah guru yang paling berharga. Demikian salah satu kata-kata bijak yang sering kita dengar di lingkungan kita. Memang, jika seseorang mengalami suatu peristiwa, maka pengalamannya di dalam menjalani kejadian itu, sepatutnyalah untuk dijadikan sebagai pelajaran berharga. Hal itu penting untuk dilakukan, agar di dalam menjalani kehidupan ini, kita bisa semakin berhati-hati dan bersikap bijak.
   Akan tetapi, bagaimana jika kita mendengar pengalaman hidup orang lain? Apalagi, jika pengalaman itu merupakan pengalaman yang tidak mengenakkan? Misalnya, kita mendengar pengalaman tentang seseorang yang pernah masuk penjara karena suatu perbuatan yang telah dilakukannya? Apakah yang akan kita lakukan ketika mendengar pengalaman tersebut? Apabila kita meremehkan orang tersebut, berarti kita bukanlah orang bijak yang bisa belajar dari pengalaman.
      Dalam hal ini, kita perlu menggaris bawahi, bahwa di dalam mengambil pelajaran dari pengalaman itu, kita tidak hanya melihat pengalaman diri sendiri. Namun, juga mengacu pada pengalaman hidup orang lain yang kita dengar atau kita ketahui. Dalam kenyataannya, kita hanya mau belajar dari pengalaman orang lain yang sifatnya mengenakkan. Misalnya, ada orang yang berhasil menjadi pengusaha yang kaya raya. Maka, kita pun terinspirasi untuk mengikuti jejaknya. Tak ada rasa meremehkan orang itu, sebab ia telah berhasil menjadi pengusaha sukses.
        Berbeda halnya ketika kita mendengar ada seseorang yang miskin menjadi maling ayam, misalnya. Biasanya, terhadap kasus semacam ini, kita lebih banyak meremehkan orang itu daripada mau mengambil pelajaran dari pengalaman hidupnya.
      Pada tataran inilah, jangan sampai kita harus mengalami perjalanan hidup yang sama terlebih dahulu untuk bisa mengambil pelajaran di dalam kehidupan ini. Akan tetapi, bagaimana caranya agar pengalaman orang lain itu justru bisa menjadi ilmu yang berharga bagi diri kita? Yang perlu kita waspadai di dalam hal ini adalah, jangan sampai kita meremehkan orang lain karena pengalaman hidupnya. Sebab, boleh jadi kelak Allah akan memberikan kepada kita pengalaman yang serupa.

Mengambil Hikmah
        Oleh karena itulah, agar kita tidak mengalami perjalanan yang serupa, maka kita perlu mengambil hikmah dari pengalaman hidup orang lain. Apabila kita mampu mengambil hikmahnya, maka insya Allah kita akan dapat memaknai kehidupan kita sendiri secara lebih baik.
Di samping itu, jangan sampai kita merasa enggan untuk mendo’akan orang yang mempunyai pengalaman tersebut. Sebab, dengan izin Allah, kita telah mendengar pengalaman hidupnya, dan pada saat kita mendengarkan pengalamannya dan memperoleh hikmah dari perjalanan hidupnya,  sejatinya ia telah menjadi guru kita. Oleh karena itulah, jangan sampai kita bersikap su’ul adab dengan cara meremehkannya.
      Dalam kaitannya dengan hal ini, ada sebuah kisah. Seorang tokoh sufi mengisahkan perjalanan hidupnya kepada muridnya. Ia menceritakan bahwa ia pernah mengalami kondisi yang sangat minim. Sampai-sampai ia memakan kulit semangka yang sudah tergeletak di tanah. Ia mengambil kulit semangka yang tampak hina itu, mencucinya hingga bersih dan memakannya.
       Kisah sang tokoh sufi itu bukanlah dengan maksud untuk menghinakan dirinya. Begitu pula sang murid, tak ada di dalam hatinya terbersit niat untuk meremehkan gurunya yang pernah memakan kulit semangka yang sudah tergeletak di tanah itu. Akan tetapi, di dalamnya terkandung pelajaran yang sangat berharga. Bahkan bagi kita yang hanya mendengar lewat penuturan orang lain, juga mengandung pelajaran. Sang tokoh sufi itu, telah mengangkat derajat kulit semangka yang hina itu menjadi sebuah rezeki yang berharga.
      Demikianlah sepatutnya kita yang hidup di dunia ini. Sudah seyogyanyalah kita belajar menjadikan sesuatu yang hina menjadi terangkat derajatnya ke tingkat yang lebih tinggi. Secara singkat, makna dari semua ini adalah, mari kita belajar agar di dalam bersikap, kita bisa membawa keselamatan bagi orang lain.
       Kira-kira seperti itulah kita bersikap di dalam memaknai pengalaman orang lain yang kita dengar. Jangan terpancang pada lika-liku pengalaman yang diceritakan. Tetapi, carilah substansinya, agar menjadi ilmu yang bisa kita praktekkan di dalam kehidupan sehari-hari.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar