Pengalaman
adalah guru yang paling berharga. Demikian salah satu kata-kata bijak yang
sering kita dengar di lingkungan kita. Memang, jika seseorang mengalami suatu
peristiwa, maka pengalamannya di dalam menjalani kejadian itu, sepatutnyalah
untuk dijadikan sebagai pelajaran berharga. Hal itu penting untuk dilakukan,
agar di dalam menjalani kehidupan ini, kita bisa semakin berhati-hati dan
bersikap bijak.
Akan tetapi, bagaimana jika kita mendengar pengalaman
hidup orang lain? Apalagi, jika pengalaman itu merupakan pengalaman yang tidak
mengenakkan? Misalnya, kita mendengar pengalaman tentang seseorang yang pernah
masuk penjara karena suatu perbuatan yang telah dilakukannya? Apakah yang akan
kita lakukan ketika mendengar pengalaman tersebut? Apabila kita meremehkan
orang tersebut, berarti kita bukanlah orang bijak yang bisa belajar dari
pengalaman.
Dalam hal ini, kita perlu menggaris bawahi, bahwa di
dalam mengambil pelajaran dari pengalaman itu, kita tidak hanya melihat
pengalaman diri sendiri. Namun, juga mengacu pada pengalaman hidup orang lain
yang kita dengar atau kita ketahui. Dalam kenyataannya, kita hanya mau belajar
dari pengalaman orang lain yang sifatnya mengenakkan. Misalnya, ada orang yang
berhasil menjadi pengusaha yang kaya raya. Maka, kita pun terinspirasi untuk
mengikuti jejaknya. Tak ada rasa meremehkan orang itu, sebab ia telah berhasil
menjadi pengusaha sukses.
Berbeda halnya ketika kita mendengar ada seseorang yang
miskin menjadi maling ayam, misalnya. Biasanya, terhadap kasus semacam ini,
kita lebih banyak meremehkan orang itu daripada mau mengambil pelajaran dari
pengalaman hidupnya.
Pada tataran inilah, jangan sampai kita harus mengalami
perjalanan hidup yang sama terlebih dahulu untuk bisa mengambil pelajaran di
dalam kehidupan ini. Akan tetapi, bagaimana caranya agar pengalaman orang lain
itu justru bisa menjadi ilmu yang berharga bagi diri kita? Yang perlu kita
waspadai di dalam hal ini adalah, jangan sampai kita meremehkan orang lain
karena pengalaman hidupnya. Sebab, boleh jadi kelak Allah akan memberikan
kepada kita pengalaman yang serupa.
Mengambil Hikmah
Oleh
karena itulah, agar kita tidak mengalami perjalanan yang serupa, maka kita
perlu mengambil hikmah dari pengalaman hidup orang lain. Apabila kita mampu
mengambil hikmahnya, maka insya Allah kita akan dapat memaknai kehidupan kita
sendiri secara lebih baik.
Di samping itu, jangan sampai kita merasa enggan untuk mendo’akan orang
yang mempunyai pengalaman tersebut. Sebab, dengan izin Allah, kita telah
mendengar pengalaman hidupnya, dan pada saat kita mendengarkan pengalamannya
dan memperoleh hikmah dari perjalanan hidupnya,
sejatinya ia telah menjadi guru kita. Oleh karena itulah, jangan sampai
kita bersikap su’ul adab dengan cara meremehkannya.
Dalam kaitannya dengan hal ini, ada sebuah kisah. Seorang
tokoh sufi mengisahkan perjalanan hidupnya kepada muridnya. Ia menceritakan
bahwa ia pernah mengalami kondisi yang sangat minim. Sampai-sampai ia memakan
kulit semangka yang sudah tergeletak di tanah. Ia mengambil kulit semangka yang
tampak hina itu, mencucinya hingga bersih dan memakannya.
Kisah sang tokoh sufi itu bukanlah dengan maksud untuk
menghinakan dirinya. Begitu pula sang murid, tak ada di dalam hatinya terbersit
niat untuk meremehkan gurunya yang pernah memakan kulit semangka yang sudah
tergeletak di tanah itu. Akan tetapi, di dalamnya terkandung pelajaran yang
sangat berharga. Bahkan bagi kita yang hanya mendengar lewat penuturan orang
lain, juga mengandung pelajaran. Sang tokoh sufi itu, telah mengangkat derajat
kulit semangka yang hina itu menjadi sebuah rezeki yang berharga.
Demikianlah sepatutnya kita yang hidup di dunia ini.
Sudah seyogyanyalah kita belajar menjadikan sesuatu yang hina menjadi terangkat
derajatnya ke tingkat yang lebih tinggi. Secara singkat, makna dari semua ini
adalah, mari kita belajar agar di dalam bersikap, kita bisa membawa keselamatan
bagi orang lain.
Kira-kira
seperti itulah kita bersikap di dalam memaknai pengalaman orang lain yang kita
dengar. Jangan terpancang pada lika-liku pengalaman yang diceritakan. Tetapi,
carilah substansinya, agar menjadi ilmu yang bisa kita praktekkan di dalam
kehidupan sehari-hari.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar