Selasa, 13 Maret 2012

| Cinta Allah |

… tidak mudah untuk melakukan ‘perniagaan’ cinta dengan Allah. Sebab, untuk melakukan ‘perniagaan’ cinta dengan Allah, dibutuhkan adanya kebersihan hati dan keyakinan yang kuat terhadap Allah itu sendiri.  
Tanpa dua hal tersebut, sulit bagi seorang hamba untuk
bisa melakukan ‘perniagaan’ dengan Allah.



     Pada dasarnya, aktivitas hidup kita selama di muka bumi ini, mirip seperti kisah panjang dari sebuah perjalanan ‘transaksi’ antara seorang hamba dengan Allah. Adapun yang ‘diperniagakan’ itu adalah bentuk-bentuk perbuatan kita, baik kepada sesama makhluk maupun kepada Allah sendiri. Sejauhmana ‘perniagaan’ yang kita lakukan itu nanti akan membawa manfaat atau tidaknya pada diri kita, sangat bergantung pada sejauhmana  kita memaknai proses ‘transaksi’ itu sendiri.
    Jika tujuan dari ‘perniagaan’ yang kita lakukan itu adalah untuk mencari dan mendapat keuntungan duniawi semata, maka Allah nanti akan memberikan keuntungan itu dalam bentuk kenikmatan yang kita butuhkan di dunia ini. Tidak akan berkurang sedikitpun.
   Allah sendiri telah berfirman dalam surat Hud  ayat 15: “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan (baca: perniagaan) mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.”
Sedang, jika ‘perniagaan’ itu kita lakukan untuk mendapat dan meraih cinta-Nya, maka kelak Allah akan memberi semua keuntungan dari ‘perniagaan’ kita itu. Tidak saja selama kita masih berada di dunia, tapi juga akan Dia berikan tatkala kita berada di hari akhirat nanti.
Dalam surat At-Taubah ayat 111, Allah menyatakan: “Sesungguhnya, Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka.”
Memang, tidak mudah untuk melakukan ‘perniagaan’ cinta dengan Allah. Sebab, untuk melakukan ‘perniagaan’ cinta dengan Allah, dibutuhkan adanya kebersihan hati dan keyakinan yang kuat terhadap Allah itu sendiri. Tanpa dua hal tersebut, sulit bagi seorang hamba untuk bisa melakukan ‘perniagaan’ dengan Allah.
    Konsekuensi dari persyaratan itu adalah, kita dituntut untuk senantiasa mengobarkan api cinta yang ada dalam diri kita sendiri. Api cinta itulah yang nanti akan ‘menukar’ semua kenikmatan dan kesenangan duniawi dengan kesenangan akhirat. Jika sudah seperti itu, maka hari-hari yang akan kita lalui pun, biasanya akan selalu diwarnai oleh linangan air mata.
Pasalnya, jalan cinta menuju Allah itu penuh dengan ujian, bukan jalan pujian. Kegagalan kita dalam menghadapi ujian itulah, yang kemudian akan membuat kita selalu berlinang air mata. Apalagi kalau kita salah dalam memaknai ujian tersebut.
Coba saja kita perhatikan bagaimana perjalanan cinta yang ditempuh Rasulullah SAW. ‘Perniagaan’ cinta yang beliau lakukan kepada Allah, tidak saja telah ‘mengurangi’ perhatiannya kepada dunia, tetapi juga telah mendistorsikan perhatian beliau pada diri dan keluarganya sendiri. Sehingga, apapun yang dilakukan Rasulullah, disitu pasti ada Allah. ■

Tidak ada komentar:

Posting Komentar