… tidak mudah untuk melakukan ‘perniagaan’ cinta dengan
Allah. Sebab, untuk melakukan ‘perniagaan’ cinta dengan Allah, dibutuhkan
adanya kebersihan hati dan keyakinan yang kuat terhadap Allah itu sendiri.
Tanpa
dua hal tersebut, sulit bagi seorang hamba untuk
bisa melakukan ‘perniagaan’ dengan Allah.
Pada dasarnya, aktivitas hidup kita
selama di muka bumi ini, mirip seperti kisah panjang dari sebuah perjalanan
‘transaksi’ antara seorang hamba dengan Allah. Adapun yang ‘diperniagakan’ itu adalah
bentuk-bentuk perbuatan kita, baik kepada sesama makhluk maupun kepada Allah
sendiri. Sejauhmana
‘perniagaan’ yang kita lakukan itu nanti akan membawa manfaat atau tidaknya
pada diri kita, sangat bergantung pada sejauhmana kita memaknai proses ‘transaksi’ itu sendiri.
Jika tujuan dari ‘perniagaan’ yang
kita lakukan itu adalah untuk mencari dan mendapat keuntungan duniawi semata,
maka Allah nanti akan memberikan keuntungan itu dalam bentuk kenikmatan yang
kita butuhkan di dunia ini. Tidak akan berkurang sedikitpun.
Allah sendiri telah berfirman dalam
surat Hud ayat 15: “Barangsiapa yang
menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan (baca: perniagaan) mereka di dunia dengan sempurna dan
mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.”
Sedang, jika ‘perniagaan’ itu kita lakukan untuk mendapat
dan meraih cinta-Nya, maka kelak Allah akan memberi semua keuntungan dari
‘perniagaan’ kita itu. Tidak saja selama kita masih berada di dunia, tapi juga
akan Dia berikan tatkala kita berada di hari akhirat nanti.
Dalam surat At-Taubah ayat 111, Allah menyatakan: “Sesungguhnya,
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan
memberikan syurga untuk mereka.”
Memang, tidak mudah untuk melakukan ‘perniagaan’ cinta
dengan Allah. Sebab, untuk melakukan ‘perniagaan’ cinta dengan Allah,
dibutuhkan adanya kebersihan hati dan keyakinan yang kuat terhadap Allah itu
sendiri. Tanpa dua hal tersebut, sulit bagi seorang hamba untuk bisa melakukan
‘perniagaan’ dengan Allah.
Konsekuensi dari persyaratan itu
adalah, kita dituntut untuk senantiasa mengobarkan api cinta yang ada dalam
diri kita sendiri. Api cinta itulah yang nanti akan ‘menukar’ semua kenikmatan
dan kesenangan duniawi dengan kesenangan akhirat. Jika sudah seperti itu, maka
hari-hari yang akan kita lalui pun, biasanya akan selalu diwarnai oleh linangan
air mata.
Pasalnya, jalan cinta menuju Allah itu penuh dengan
ujian, bukan jalan pujian. Kegagalan kita dalam menghadapi ujian itulah, yang
kemudian akan membuat kita selalu berlinang air mata. Apalagi kalau kita salah
dalam memaknai ujian tersebut.
Coba saja kita perhatikan bagaimana perjalanan cinta yang
ditempuh Rasulullah SAW. ‘Perniagaan’ cinta yang beliau lakukan kepada Allah,
tidak saja telah ‘mengurangi’ perhatiannya kepada dunia, tetapi juga telah
mendistorsikan perhatian beliau pada diri dan keluarganya sendiri. Sehingga,
apapun yang dilakukan Rasulullah, disitu pasti ada Allah. ■

Tidak ada komentar:
Posting Komentar